Monday, June 28, 2010

My First Going Up to Distrik Yembun, Tambrauw...Part 1

Hari itu adalah hari selasa, pagi menjelang siang di kota sorong tepatnya di km.10, KPR PoLRI/WIF. Di sanalah kami para dokter ptt sementara mengontrak rumah, untuk singgah kami selama ‘turun’ ke kota. Di tempat itu pula lah saya mendapat telepon dari pak yunus (orang dinkes Tambrauw, yang selama ini menjadi kontak kami sejak tiba di kota sorong) mengabarkan bahwa pak yustus, kepala puskesmas distrik Yembun sedang berada di kota, dan menawarkan apakah saya siap untuk ‘naik’ (berangkat ke distrik penugasan) besok. Cukup mengagetkan memang, tapi saya jawab ‘siap’.
Malamnya saya dan pak yustus bertemu di sebuah supermarket dekat dengan komplek saya ini, bernama Papua Supermarket. Pak yustus adalah pemuda berperawakan tegap dengan badan besar asli papua, dia sedang mengunyah pinang saat menunggu saya. Orangnya sangat sederhana memakai kaos, celana panjang, dan sandal jepit. Dia ditemani sepupunya, jeffry.
Setelah berbincang segenap, kami memutuskan untuk membeli bahan makanan dan beberapa keperluan kami saat di distrik nanti bersama. Lalu beban kami bagi dua, untuk dipacking di rumah.
Tiba di rumah, saat saya hendak packing, pak yustus mengabarkan bahwa keberangkatan ditunda menjadi lusa, karena pak kepala distrik (Bpk. Nicholas Yekwan) ingin berangkat lebih dulu ke Yembun dan mengabarkan ke masyarakat bahwa akan ada dokter yang datang.


Packing keesokan harinya sangat lama, karena saya sibuk memilah barang dan memasukkan bama (bahan makanan) 2 minggu – 1 bulan (yang saya sadari kemudian bahwa terlalu lama). 3 jam kemudian tas carrier eiger ukuran 65 liter siap dengan berat sekitar 22 kg.


Esoknya, jam 8 pagi, hari kamis saya berangkat memanggul carrier besar ini ke pasar sentral menggunakan taksi (sebutan utk angkot di papua ini), sangat repot!! Karena taksinya tidak kosong, jadi harus maaf sana sini dan senggol sana sini baru lah bisa duduk dengan tidak nyaman, apalagi saat ada beberapa penumpang yang hendak turun, REPOT. 20 menit kemudian saya tiba di pasar dan bertemu pak yustus.
Dari pasar saya,pak yustus, jeffry, dan fanny (anak kepala distrik) pergi menggunakan taksi ke Makbon (suatu distrik di kabupaten sorong yang berada di pesisir pantai). Sebelumnya kami singgah di rumah orang dinas untuk mengambil stok obat puskesmas Yembun, lalu beli bungkus makan siang. Kami berempat ditambah satu carrier besar dan 4 kardus obat pergi meninggalkan kota menuju Makbon.


20 menit berlalu kami melewati bukit beris tumpukan sampah yang luar biasa, di buang berserakan begitu saja di hutan dan tebing tinggi ini. Saya tidak mengerti mengapa sampah kota ini diperlakukan begitu saja, jalanan menjadi sangat baud an udara menjadi tidak sehat. Daerah ini lah batas adanya sinyal seluler, setelah melewati ini sinyal hilang kosong melompong.

Tak lama setelah kehilangan besar itu, ternyata jalan putus dikarenakan longsor 2 bulan yang lalu sepanjang 1 km. akhirnya kami harus berjalan kaki di medan tanah basah yang sangat lengket hingga ke ujung jalan. Kurang lebih 15 menit berjalan, diujung jalan yang beraspal sudah ada taksi berikutnya yang akan lanjut membawa kami.


Supir taksi ini bernama om Surya, dan ternyata beliau sempat kuliah di bandung, namun tidak selesai karena mabuk dan dipenjara, lalu dipulangkan ke papua. Orangnya sangar, badan besar,

tapi lucu dan mau bercerita kepada saya sepanjang jalan mengenai daerah yang sedang kami lewati tersebut.
Jalanan menuju makbon ini beraspal dan cukup bagus, dengan kontur naik turun bukit. Om surya sangat lihai dan hafal dengan jalanan ini karena sudah bertahun2 menjadi supir jalur ini. Lalu tiba-tiba mobil mati saat jalan menanjak. Dan om surya pun mulai mengecek, dicoba lagi ternyata bisa..tp hanya sesaat. Ternyata kami kehabisan bensin. Jam sudah menunjukkan pukul 11, dan jalan ini sangatlah sepi. Hanya ada 1 motor atau mobil lewat tiap 20 menit.dan tidak ada sinyal. Kepada motor yang lewat om surya menitip dibelikan bensin.


Sambil menunggu kami ber4 ditambah 6 orang penumpang lainnya berusaha mendorong mobil dari tanjakan ke jalanan yang rata. 1,5 jam berlalu namun tidak ada motor atau kendaraan kembali membawa minyak (sebutan untuk bensin disini). Lalu datanglah mobil kijang rover tahun 90an, yang ternyata another taksi from makbon, om surya kemudian meminta bensin dengan menghisap menggunakan selang. Akhirnya kami mendapat 5 liter, yang cukup untuk mengantar kami ke makbon.


Tiba di makbon pukul 1, dan langsung diguyur dengan hujan deras. Saya langsung berteduh di dalam taksi yang parker sambil menyantap makan siang nasi bungkus tadi. Hujan tak kunjung reda, saya hanya bisa memandangi pantai dengan air yang jernih ini diguyur hujan. Sekitar jam 2pm hujan sudah mulai reda, longboat (perahu kecil panjang dengan motor temple) juga sudah ada, mulailah kami memindahkan barang ke perahu dan siap mengarungi pinggir samudera pasifik, menyusuri laut utara papua barat yang berada di kepala burung bagian depan. Tujuan kami adalah pantai Mega, Distrik Moraid, Kab. Sorong. Mega adalah kampung halaman pak yustus, Jeffrey,dan fanny. Mega adalah distrik ST dari sorong, dan dokter PTT yang ditugaskan disini adalah dr.Evi, namun saat itu dia masih belum ‘naik’.


10 menit meninggalkan Makbon, kami melewati sebuah pulau kecil tak berpenghuni yang memiliki pantai pasir putih dengan air yang jernih sekali. Ditengah pulau ini terdapat pohon cemara dan merupakan sarang kelelawar. Untuk mengelilingi pulau ini hanya butuh sekitar 15 menit berjalan kaki. Nama pulau ini adalah Pulau Um. Saya sangat ingin singgah dan berenang-renang di sana, namun saat ini, mencapai distrik adalah prioritas, karena kami juga sudah kesorean.


Sepanjang perjalanan, pemandangan di sebelah kiri saya adalah samudera nan luas, dengan silhoute Raja Ampat yang terlihat di kejauhan sedangkan bagian kanan adalah bukit-bukit dengan hutan lebatnya dan tebing yang menjorok ke pantai yang indah. Banyak sekali tepi pantai yang ditumbuhi pohon kelapa dengan pasir putih serta air jernih. Pantai-pantai ini masih sangat alami. Saya temukan juga 2 buah air terjun dari tebing di pinggir pantai tersebut. Sungguh indah. Keinginan untuk singgah benar-benar banyak sekali muncul dikarenakan banyak site-site yang bagus, namun sekali lagi saya harus meyakinkan ‘some other time, but not now’.


Perahu mulai melambatkan lajunya dan mulai banyak terlihat nelayan yang mencari ikan, pak yustus kemudian bilang kita sudah sampai di mega. Disini lautan berwarna kecoklatan dikarenakan dekat dengan muara sungai mega. Lalu ada karang-karang yang luas yang digunakan oleh penduduk untuk memancing. Penduduk Mega sangat hobi memancing. Kami tiba pukul 4pm, dan pak yustus memutuskan kita tidak bisa langsung pergi ke Yembun dan harus bermalam disini. Untungnya pak yustus asli sini, sehingga saya bermalam di rumah keluarganya.


Setelah mandi, saya berjalan-jalan ditemani ka yustus di pinggir pantai melihat para penduduk yang memancing, dari anak kecil hingga tua renta. Lalu saya menemukan batang pohon besar yang hanyut oleh sungai Mega, dan menyempatkan berfoto, hehe.



Lalu matahari pun terbenam, setelah cukup puas menikmati sunset, kami kembali ke rumah pak yustus.


Malam itu pak yustus sibuk mengatur keberangkatan kami besok dengan kendaraan apa, karena barang bawaan kami yang tidak sedikit dan uang dari dinkes yang tidak seberapa. Setelah makan indomie malam itu, kami berdua membongkar kardus obat dan bahan makanan untuk di pack ke 3 buah karung agar bisa lebih mudah dipikul. Selesai packing, waktu menunjukkan jam 9 WIT, masih ada 1 jam sebelum pemadaman listrik (di Mega, listrik menyala dari pukul 18-22 WIT, dan tidak ada sinyal handphone, komunikasi hanya ada dari satu buah wartel satelit dengan tariff menelepon 9000/menit) saya manfaatkan untuk berjalan-jalan di halaman rumah, foto-foto, sambil menikmati udara malam pantai mega yang sedikit terasa amis =/


Kemudian, gelap gulita, saatnya kembali ke rumah, untung saya sudah bersiap-siap dengan membawa headlamp. Setelah menggelar sleeping bag, memasang kelambu, dan menyalakan lilin, saya pun beristirahat malam itu sambil mencoba membayangkan bagaimana perjalanan selanjutnya menuju distrik Yembun ku itu, dan berdoa agar tidak ada hambatan-hambatan seperti hari tadi.






Rincian Biaya H-1:
Taksi Jalur H: Rp.3.000
Makan Siang Bungkus + Aqua: Rp. 18.000
Taksi Pasar Remu-Jalur Putus : Rp.10.000
Taksi Jalur Putus-Makbon : Rp.10.000
Long Boat : Rp.100.000

Total : Rp.141.000

2 comments:

  1. pace mantaap" kasihan aaah ada foto-foto tentng mega k tidak?? z asli orang mega" tapi skrang lg di jawa" pace tingkatkan terus blognya baguss ee

    ReplyDelete