Hari itu adalah hari selasa, pagi menjelang siang di kota sorong tepatnya di km.10, KPR PoLRI/WIF. Di sanalah kami para dokter ptt sementara mengontrak rumah, untuk singgah kami selama ‘turun’ ke kota. Di tempat itu pula lah saya mendapat telepon dari pak yunus (orang dinkes Tambrauw, yang selama ini menjadi kontak kami sejak tiba di kota sorong) mengabarkan bahwa pak yustus, kepala puskesmas distrik Yembun sedang berada di kota, dan menawarkan apakah saya siap untuk ‘naik’ (berangkat ke distrik penugasan) besok. Cukup mengagetkan memang, tapi saya jawab ‘siap’.
Malamnya saya dan pak yustus bertemu di sebuah supermarket dekat dengan komplek saya ini, bernama Papua Supermarket. Pak yustus adalah pemuda berperawakan tegap dengan badan besar asli papua, dia sedang mengunyah pinang saat menunggu saya. Orangnya sangat sederhana memakai kaos, celana panjang, dan sandal jepit. Dia ditemani sepupunya, jeffry.
Setelah berbincang segenap, kami memutuskan untuk membeli bahan makanan dan beberapa keperluan kami saat di distrik nanti bersama. Lalu beban kami bagi dua, untuk dipacking di rumah.
Tiba di rumah, saat saya hendak packing, pak yustus mengabarkan bahwa keberangkatan ditunda menjadi lusa, karena pak kepala distrik (Bpk. Nicholas Yekwan) ingin berangkat lebih dulu ke Yembun dan mengabarkan ke masyarakat bahwa akan ada dokter yang datang.
Packing keesokan harinya sangat lama, karena saya sibuk memilah barang dan memasukkan bama (bahan makanan) 2 minggu – 1 bulan (yang saya sadari kemudian bahwa terlalu lama). 3 jam kemudian tas carrier eiger ukuran 65 liter siap dengan berat sekitar 22 kg.
Esoknya, jam 8 pagi, hari kamis saya berangkat memanggul carrier besar ini ke pasar sentral menggunakan taksi (sebutan utk angkot di papua ini), sangat repot!! Karena taksinya tidak kosong, jadi harus maaf sana sini dan senggol sana sini baru lah bisa duduk dengan tidak nyaman, apalagi saat ada beberapa penumpang yang hendak turun, REPOT. 20 menit kemudian saya tiba di pasar dan bertemu pak yustus.
Dari pasar saya,pak yustus, jeffry, dan fanny (anak kepala distrik) pergi menggunakan taksi ke Makbon (suatu distrik di kabupaten sorong yang berada di pesisir pantai). Sebelumnya kami singgah di rumah orang dinas untuk mengambil stok obat puskesmas Yembun, lalu beli bungkus makan siang. Kami berempat ditambah satu carrier besar dan 4 kardus obat pergi meninggalkan kota menuju Makbon.
20 menit berlalu kami melewati bukit beris tumpukan sampah yang luar biasa, di buang berserakan begitu saja di hutan dan tebing tinggi ini. Saya tidak mengerti mengapa sampah kota ini diperlakukan begitu saja, jalanan menjadi sangat baud an udara menjadi tidak sehat. Daerah ini lah batas adanya sinyal seluler, setelah melewati ini sinyal hilang kosong melompong.
Tak lama setelah kehilangan besar itu, ternyata jalan putus dikarenakan longsor 2 bulan yang lalu sepanjang 1 km. akhirnya kami harus berjalan kaki di medan tanah basah yang sangat lengket hingga ke ujung jalan. Kurang lebih 15 menit berjalan, diujung jalan yang beraspal sudah ada taksi berikutnya yang akan lanjut membawa kami.
Supir taksi ini bernama om Surya, dan ternyata beliau sempat kuliah di bandung, namun tidak selesai karena mabuk dan dipenjara, lalu dipulangkan ke papua. Orangnya sangar, badan besar,